Teori Dependensia

Teori dependensia dilatarbelakangi oleh (1) kondisi sosial, ekonomi dan politik yang terjadi di negara-negara berkembang atau dunia ketiga, bukanlah disebabkan oleh ketidakseimbangan keadaan atau tidak berubahnya dari keadaan asli, tetapi merupakan hasil atau akibat dari proses sejarah dunia yang sama, yaitu sejarah atau perkembangan ekonomi negara-negara yang sekarang disebut sebagai negara-negara industri. (2) perkembangan negara-negara maju adalah motif untuk mengejar keuntungan dan akumulasi kapital. Disini kapital mencari daerah dimana investasi menghasilkan tingkat laba atau surplus yang tertinggi. Ini mengakibatkan terjadinya proses pengalihan dari negara-negara miskin dimana penanaman modal dilakukan oleh negara-negara maju yang merupakan pusat-pusat metropolis dunia. (3) negara-negara berkembang tidak mampu melakukan pembangunan yang otonomi. Produktifitasnya semakin menurun dan struktur ekonominya semakin lama semakin berorientasi keluar dan berada pada sub-ordinasi dari kekuatan ekonomi negara-negara maju. (4) terjadi marginalisasi di negara-negara miskin sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja (surplus labour) dan dilain pihak tumbuhnya kaum burjuasi (burjuis). (5) mengalirnya surplus ke luar negeri dan makin meluasnya kepincangan pendapatan masyarakat akan makin mempersepit kesempatan masyarakat negara-negara miskin untuk bisa membangun secara otonom.

Terdapat beberapa ilmuwan ini yang membahas mengenai teori depensia, yaitu :

1. Paul Baran (1957)
Sistem kapitalis masuk bersamaan dengan bantuan dana berupa modal. Golongan terpelajar dan golongan pengusaha nasional melihat bahwa golongan pengusaha  asing adalah golongan yang perlu disingkirkan. Namun kedua golongan ini tidak mampu mengadakan perubahan dan pelawanan, hal ini dikarenakan :

  1. Golongan terpelajar dan golongan pengusaha nasional adalah golongan yang relatif lemah akibat dari kemiskinan dan keterbelakangan, tidak memiliki kekuatan ekonomi yang bisa melahirkan kepercayaan diri sendiri untuk memimpin masyarakat. Sistem feodal berasimilasi dengan nilai-nilai politik, moral dan kebudayaan dari pihak yang berkuasa.
  2. Golongan kelas menengah berorientasi pada nilai-nilai yang dikembangkan oleh pihak yang berkuasa dengan segala vested interest dan status quo. Maka akibatnya sulit

Teori ini menjelaskan bahwa dinamika social dari golongan kelas menengah mulai mengalami kegoncangan yang disebabkan oleh ide-ide kemerdekaan dan keadilan, khususnya terkait dengan modal asing. Sehingga model berjuang yang dikembangkan bersifat revolusi borjuis, revolusi nasional demokratis yang anti penjajahan asing dan anti terhadap kelas penguasa feodal dalam negeri. Namun sayangnya revolusi yang diperjuangkan tidak barengi dengan Gerakan revolusi social yang mengubah strata social masyarakat bawah, sehingga mengandung kepincangan dalam proses meraih kesempatan-kesempatan untuk perkembangan manusia (human values). Kebijakan pembangunan ekonomi ditumpukkan hanya pada program pertumbuhan produksi untuk pertumbuhan penduduk. Meskipun pada kenyataannya sector industry dan sector ekstraktif hanya memproduksi barang-barang kebutuhan elit (barang mewah, karena dianggap lebih menguntungkan. Berkembangnya modal asing dan modal campuran dengan pihak domestic, melemahkan industri-industri kerakyatan yang memproduksi barang sejenis. Sehingga timbul unit monopolistis atau oligopolistis dengan keuntungan di atas normal.

Kesimpulan dari teori ini bahwa pelaksanaan kebijakan ekonomi yang bersifat merakyat (populis) yaitu seuatu kebijakan-kebijakan yang secara dragtis dapat merubah struktur permintaan efektif yang ada dalam masyarakat dan realokasi sumber-sumber produktif untuk memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi rakyat – dengan sendirinya tidak akan pernah terjadi, karena yang berkuasa adalah kelompok tiga serangkai, yaitu  kaum elit, pemodal asing dan penguasa domestik.

Paul menyarankan perlu adanya revolusi sosial yang menjelaskan  bahwa perlunya penentuan dan perubahan struktur sosial dan politik yang menopan setiap pemerintahan. Perubahan untuk kepentingan nasional dan kepentingan rakyat banyak haruslah terkontrol, dilindungi dan dipertahankan.

2. Andre Gunder Frank (1967)
Pemikiran Andre Gunder Frank memulai pandangannya dengan mengemukakan proses usaha melatarbelakangkan negara-negara miskin. Dalam kontak hubungan antar ekonomi negara maju dan negara miskin, membuat kriteria yang disebut dengan negara metropolis maju. Hubungan antara negara metropolis maju dengan negara-negara satelit yang terbelakang ini merupakan aspek utama dalam permebangan sitem kapitalis internasional. Hubungan metropolis dan satelit menyentuh keseluruhan sector dalam negeri-negeri miskin dan keterbelakangan sector tradisional yang diakibatkan adanya kontak dengan sistem kapitalis dunia yang masuk ke negara-negara miskin melalui sektor modern. Sehingga muncul istilah “fronting agent” dari sistem kapitalis dunia yang melakukan eksploitasi terhadap daerah / sector yang terbelakang ini.

3. Theotonio Dos Santos (1976)
Pemikiran Theotonio Dos Santos menjelaskan tentang pola tingkah laku elite penguasa dan golongan yang menopang elite penguasa. Kedua kelompok ini bertanggung jawab terhadap proses eksploitasi terhadap strata bawah yang menimbulkan kemiskinan dan keterbelakangan. Ketergantungan dan efek yang diakibatkannya tidak dapat diputuskan hanya dengan pendekatan isolasi (memutuskan hubungan). Tetapi harus mengubah struktur intern ( dalam negara satelit)  dalam usaha untuk memutuskan hubungan dengan pihak metropolis luar. Sehingga ketergantungan negara-negara miskin terbagi mnejadi tiga jenis, yaitu : (1) ketergantungan kepada colonial (colonial dependence), (2) ketergantungan kepada industri dan keuangan (industrial financial dependence), (3) ketergantungan kepada teknologi industry (technological industrial dependence).  Ketergantungan industry dan keuangan ditandai dengan adanya dominasi modal asing di negara-negara miskin akhirnya disebut sebagai negara-negara yang terjajah yang mana ekspansinya ke negeri-negeri jajahan dengan investasi produksi bahan-bahan mentah primer untuk tujuan konsumsi di negara-negara penjajah.

Ketidakberdayaan negara-negara miskin disebabkan oleh dua factor utama, yaitu : (1) Sebagian besar pendapatan nasional diperoleh melalui ekspor untuk membeli input dari luar negeri, sehingga untuk reinvestasi sangatlah kecil, (2) kaum pekerja dalam proses super eksploitasi relatif terbatas dan tidak efektif. Sedangkan investasi negara-negara industri di negara-negara terbelakang sangatlah gencar.

Untuk mengatasi problem ini, maka Theotonio Dos Santos menjelaskan bahwa pemeliharaan sector ekspor yang ada untuk memperoleh devisa membiayai program-program industrialisasi. Sebaliknya jika sector ekspor ini dikuasai produksinya oleh pihak hasil, maka akan timbul ketergantungan colonial dalam bentuk baru dan akan mengakibatkan lemahnya ekonomi, sosial dan politik.

4. Samir Amin (1976)
Pemikiran Samir Amin menerangkan bahwa ketergantungan dan keterbelakangan negara-negara miskin adalah masalah konsep pertukaran yang tidak adil (unequal exchange). Pengalihan surplus dari negara-negara miskin (periphery atau negara pinggiran) ke negara-negara maju (center atau negara sentral) sebagai akibat proses perdagangan internasional diantara kedua kelompok negara tersebut.

Konsep pertukaran tidak adil dijelaskan sebagai berikut : (1) adanya rintangan / halangan dalam proses pertukaran yang tidak adil, sehingga mengambil bentuk yang sangat berlainan dari yang pernah dialami oleh negara-negara maju saat negara maju ini mengalami proses transisi, (2) masuknya modal asing dengan mendirikan industri baru hanyalah berorientasi pada keluar negeri (eksport), sehingga industri kerakyatan banyak yang hancur dan gulung tingkar karena ini.  (3) pengembangan industry-industri pengganti import dan timbulnya spesialisasi baru di negara-negara terbelakan sebagai akibat dari beroperasinya negara-negara industry di negara-negara terbelakang. (4) distorsi keadaan yang disebut diatas menimbulkan peningkatan yang mencolok di sector jasa / administrative (5) proses spesialisasi internasional yang tidak adil menimbulkan distorsi di negara-negara terbelakang dalam bentuk penggunaan Teknik-teknik produksi modern yang padat modal untuk kegiatan-kegiatan yang ringan. (6) hubungan ekonomi negara maju dan negara asing yang banyak beroperasi di negara terbelakang, adanya kebocoran yang berbentuk import dan hoarding (simpanan yang tidak produktif) bukanlah factor pengganda di negara-negara terbelakang ini. sistem monopoli dari pihak luar yang beroperasi di negara-negara terbelakang tidak bisa dinetralisasi selama negara terbelakang tidak memiliki kekuatan ekonomi untuk melepaskan diri dari induk sistem monopoli di luar negeri. (7) manifestasi dari keterbelakangan negara-negara terbelakang tidaklah diukur dari rendanya produksi namun pada ciri-ciri structural negara ini. (8) Perkembangan sistem kapitalis di negara-negara terbelakang yang disebut sebagai kapitalis pinggiran (peripheral capitalism) sama sekali berbeda dengan kapitalis di negara maju.

Suryono (2010, h.147) memberikan pendapat terhadap teori ini yaitu ketergantungan sesungguhnya menitikberatkan pada nilai surplus  yang menjadi dasar pertukaran hasil produksi. Sedangkan alisasi borjuis, aliansi tuan tanah feodal, dan aliasi lainnya bukanlah factor-faktor yang menentukan keharmonisan dalam hubungan ekonomi yang kompetitif, melainkan pada keseimbangan yang menimbulkan ketidakmerataan dalam perkembangan suatu keterbelakangan.

Daftar Pusataka

Suryono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Universitas Brawijaya Press.